Neocloris Aquatica

Blog ini bertujuan untuk memberikan informasi data kepada taruna ataupun masyarakat luas untuk pembangunan kelautan perikanan indonesia yang lebih maju

Jumat, 02 Mei 2014

makalah psikologi masyarakat perdesaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nelayan mempunyai peran yang sangat substantial memodernisasi kehidupan manusia. Mereka termasuk agent of development yang paling reaktif terhadap perubahan lingkungan. Sifatnya yang lebih terbuka dibanding kelompok masyarakat yang hidup di pedalaman, menjadi stimulator untuk menerima perkembangan peradaban yang lebih modern. Dalam konteks yang demikian timbul stereotif yang positif tentang identitas nelayan khususnya dan masyarakat pesisir pada umumnya. Mereka dinilai lebih berpendidikan, wawasannya tentang kehidupan jauh lebih luas, lebih tahan terhadap cobaan hidup dan toleran terhadap perbedaan. Ombak besar dan terpan angin laut yang ganas memberikan pengaruh terhadap mentalitas mereka. Di masa lalu, ketika teknoologi komunikasi belum mencapai kemajuan seperti sekarang, perubahan-perubahan besar yang terjadi pada masyarakat pedesaan (daratan) ditentukan oleh intensitas komunikasi yang berhasil diwujudkan masyarakat pedesaan dengan para nelayan. 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan laporan praktikum ini adalah : - Untuk mengetahui pengaruh masyarakat nelayan terhadap lingkungan - Untuk mengetahui perekonomian nelayan dan pengaruhnya terhadap lingkungan - Untuk mengetahui masalah yang dihadapi para nelayan terhadap teknologi yang berkembang pada saat ini. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam perkembangan masyarakat nelayan belum menunjukan kemajuan dibandingkan kelompok masyarakat lainnya. Keberadaan mereka sebagai agen perubahan sosial ternyata tidak ditunjukan secar positif dengan kehuidupan ekoniminya. Persoalan sosial paling dominan yang dihadapi diwilayah pesisir justru masalah kemiskinan nelayan. Meski data akurat mengenai jumlah penduduk miskin diwilayah ini belum tersedia, data dari hasil-hasil penelitian yang ada menunjukan adanya incidence poverty di beberapa pesisir. Hasil studi COREMAP tahun 1997/1998 di 10 propinsi di Indonesia menunjukkan rata-rata pendapatan rumah tangga nelayan berkisar antara Rp 82.500 perbulan sampai Rp 225.000 per bulan. Kalau dikonversi kepadatan per kapita, angka tersebut rata-rata setara dengan Rp 20.625 sampai Rp 56.250 per kapita perbulan (Anon, 2002). Angka tersebut masih dibawah upah minimum regional yang ditetapkan pemerintah pada tahun yang sama. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat ada keterkaitan erat antara kemiskinan dan pengelolaan wilayah pesisir. Tekanan terhadap sumber daya pesisir sering diperberat oleh tingginya angka kemiskinan diwailayah tersebut. Kemiskinan sering pula merjadi lingkaran karena penduduk yang miskin sering menjadi sebab rusaknya lingkungan pesisir, namun penduduk miskin pula yang akan menanggung dampak dari kerusakan lingkungan. Dengan kondisi tersebut, tidak mengherankan jika praktik perikanan yang merusak masih sering terjadi diwilayah pesisir. 2.1 Faktor penyabab Masalah kemiskinan kembali mencuat sebagai persoalan serius yang harus segera ditangani pemerintah ketika krisis ekonomi melanda perekonomian nasional mulai akhir tahun 1990. krisis yang hampir membangkrutkan bangsa dan negara indonesia telah mening katkan jumlah penduduk miskin kembali ketahun 1990. Meningkatnya jumlah tenaga kerja Indonesia ilegal yang mencari pekerjaan dinegar jiran Malaysia adalah bukti konkret akan rendahnya harapan bagi masyarakat pedesaan, terutama yang kurang berpendidikan untuk menggantungkan kehidupannya denagn mengadu nasib sebagai masyarakat urban dan suburban di Indonesia. Secara garis besar ada dua cara memandang kemiskinan. Sebagian orang berpendapat, kemiskinan adalah suatu proses, sebagian lagi memandang kemiskinan sebagai suatu akibat atau fenomena dalam masyarakat. Sebagai suatu proses, kemiskinan mencerminkan kegagalan suatu sistem masyarakat dalam mengalokasikan sumberdaya dan dana secara adil kepada masyarakat (Pak Pahan dan Hermanto, 1990). Dari hasil kajian mereka di 14 Kecamatan daerah pantai yang tersebar di beberapa provinsi diketahui, nelayan yang umumnya belum banyak tersentuh teknologi modern, kualitas sumberdaya manusia rendah dan tingkat produktivitas hasil tangkapnya juga sangat rendah. Faktor utama bukan karena kekuatan modal untuk mengakses teknologi, namun ternyata lebih banyak disebabkan oleh kurangnya aktivitas penyuluhan atau teknologi dan rendahnya lembaga penyedia teknologi. Yang menarik dari hasil penelitian mereka adalah ditemukannya korelasi positif antara tingkat kemiskinan dengan perkembangan sistem ijon. Para nelayan umumnya, kehudupan mereka sangat tergantung kepada para pemilik modal, yaitu pemilik perahu atau alat tangkap serta juragan yang siap menyediakan keperluan perahu untuk berlayar. Indikator ini memang tidak selalu sama disetiap daerah karena sepertidi pekalongan, banyak juragan kapal yang mengeluh dengan sikap anak buah kapal (nelayan) yang cenderung terlalu banyak menuntut sehingga keuntungan juragan kapal menjadi terbatas. Namun secara umum terbatasnya kemampuan dalam mengembangkan kemampuan ekonominya karena nelayan seperti ini telah terjerat oleh utang yang dipinjam dari para juragan. Mereka biasanya membayar utang tersebut dengan ikan hasil tangkapannya yang harganya ditentukan menurut selera para juragan. Bisa dibayangkan ap yang akan diterima para nelayan dengan sistem yang demikian, sehingga sangatlah wajar jika kemiskinan menjadi bagian yang akrab dalam kehidupan mereka. 2.2 Kelebihan Adahal yang berbeda ketika kita berbicara tenteng ekonomi nelayan dan ekonomi petani sebagai contoh di jawa tengah dikalangan petani, pemasaran hasil second generation problem yang sulit sekali di carikan pemecahannya. Sedangkan dikalangan jawa tengah, pemasaran bukan lah persoalan serius yang membuat mereka jatuh miskin. Dipropinsi jawa tengah terdapat tempat pelelangan ikan (TPI) yang menjadi sarana transaksi hasil-hasil ikan laut. Dalam proses transaksi di TPI, nelayan berhadapan dengan banyak pembeli sehingga nelayan yang menjual ikannya di TPI umumnya akan mendapatkan harga yang paling menarik jika dibandingkan dengan mereka yang menjual dilaut lepas atau diluar TPI. TPI jawa tengah yang dikelola oleh koperasi unit Desa yang tergabung dalam puskud mina baruna saat ini terbilang sebagai TPI paling solid dan terbaik di indonesia. Sayangnya, tidak semua transaksi dilakukan secara kontan, terkadang di beberapa TPI banyak nelayan yang harus menunggu pembayaran dua sampai tiga hari karena tidak semua pembeli membawa uang yang cukup. haal inilah yang mendorong para nelayan, yang memerlukan uang kontan segera dan tidak sabar, menjual hasilnya diluar TPI. Akibatnya harga ikan yang mereka jual jauh dibawah harga TPI dan seringkali hanya untuk menutup biaya operasi menangkap ikan dilaut lepas. Kondisi ini sering kali menimpa nelayan-nelayan kecil yang membutuhkan dana segar sesegera mungkin untuk menutup kehidupan ekonomi mereka. Pemerinteh tampaknya perlu mendorong sektor perbankan untuk membuka kantor kasnya disetiap TPI yang mengatasi kesulitan para bakul untuk menutup tagihannya. Termasuk fungsi perbankan disini adalah menyediakan dana yang idperlukan nelayan untuk berlayar. Sayangnya dengan kondisi kehidupan nelayan yang paspasan, tampaknya sangat sulit bagi perbankan untuk menjalankan fungsi tersebut tanpa adanya agunan yang memadai dari para nelayan. Disini bila dimungkinkan pemerintah bisa menyediakan dana khusus sebagai jaminan kepada perbankan untuk menyalurkan dananya kepada nelayan. Walaupun perbankan tidak memenuhi peran tersebut, pemerintah bisa menempatkan dananya sebagai penyertaan modal kepada KUD-KUD pengelola TPI. BAB III PELAKSANAAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Dalam mengambilan data pembuatan laporan praktikum Psikologi sosial ini yang berjudul “pengaruh sulitnya ekonomi para nelayan berdampak pada lingkungan dan kurangnya menggunakan teknologi“ dilakukan selama 3 hari dimulai pada tanggal 1 Mei 2006 sampai 3 Mei 2006 di Propinsi Banten Kabupaten Serang Desa Karangantu. 3.2 Metodologi Metode yang dilakukan dilapangan ialah berinteraksi dengan cara tanya jawab kepada nelayan mengenai permasalahan yang dihadapi sesuai dengan judul laporan praktikum yang dibuat. Adapun nama-nama responden yang membantu dalam memberikan informasi dalam pembuatan laporan praktikum ini diantaranya yaitu: 1 Nama : Bapak Harun Umur : 65 th Pekerjaan : Nelayan Jenis kelamin : laki-laki Alamat : Kp Bugis Jumlah keluarga : Empat orang (4) 2 Nama : Ibu Solah Umur : 32 th Pekerjaan : Pengecer ikan Jenis kelamin : Wanita Alamat : Kp Bugis Jumlah keluarga : Enam (6) 3 Nama : Bapak yunus Umur : 28 th Pekerjaan : Nelayan Jenis kelamin : Laki-laki Jumlah keluarga : Tiga (3) 4 Nama : Andi amin Umur : 44 th Pekerjaan : Nelayan Jenis kelamin : Laki-laki Jumlah keluarga : Enam (6) 5 Nama : Naimah Umur : 28 th Pekerjaan : Pedagang Jenis kelamin : Wanita Asal : Sulawesi selatan Jumlah keluarga : Tiga (3) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Adapun hasil interaksi dari beberapa responden mengenai permasalahan yang dihadapi para nelayan yaitu dimana pengaruh sulit nya ekonomi para nelayan dan berdampak pada lingkungan disebabkan karena tingkat pendidikan orang-orang pesisir sangat rendah yaitu kebanyakan orang pesisir tingkat pendidikannya sampai mencapai tingkat SMP dimana orang-orang pesisir mereka memilih bekerja meneruskan orang tuanya sebagai nelayan dibandingkan dengan meneruskan pendidikan kejenjang yang lebih atas. Akhirnya kemiskinan yang terjadi secara turun-menurun, apalagi pengaruh naiknya BBM pengaruhnya sangat besar bagi kehidupan nelayan, dimana mereka harus meningkatkan pendapatannya agar menutupi kebutuhan hidup dan kebutuhan operasionalnya, juga kebanyakan para nelayan tidak mau menggunakan alat-alat penangkapan modern dikarnakan biaya yang mahal juga kurangnya aktivitas penyuluh pada para nelayan sehingga nelayan tidak tahu akan kegunaan alat-alat modern. Tetapi bukan karena nelayan tidak mau menggunakan teknologi modern namun nelayan Desa Karangantu merasa dirugikan oleh KUD yang ada disana yaitu kasusnya adalah suatu hari ada pencairan dana dari pemerintah untuk para nelayan, tetapi oleh para pekerja KUD dana itu digunakan untuk kebutuhan mereka sehingga para nelayan tidak mau ber urusan dengan para KUD setempat. Juga dampak pada lingkungan akibat perekonomian nelayan rendah yaitu mereka memilih usaha mencari terumbu karang dibandingkan dengan mencari ikan dilaut, karena menjual terumbu karang sangat besar keuntungannya dibanding mencari ikan dilaut oleh karena itu banyak terumbu karang yang hancur akibat pengeboman yang merajalela dan akhirnya terumbu karang banyak yang rusak akibat pengeboman. Oleh karena itu perekonomian nelayan yang rendah sering pula menjadi lingkaran rusaknya lingkungan. Dengan kondisi tersebut, tidak mengherankan jika praktik perikanan yang merusak masih sering terjadi diwilayah pesisir. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN Bahwa pengaruh sulitnya ekonomi para nelayan berdampak pada lingkungan dan kurangnya penggunaan teknologi akan mengakibatkan banyaknya kemiskinan diwilayah pesisir di Desa Karangantu akan berkepanjangan, juga hancurnya lingkungan akibat minimnya ekonomi yang didapat dari melaut. Juga kurangnya menggunakan teknologi modern para nelayan tidak akan bisa meningkatkan penghasilan dalam melaut. Untuk itu pendidikan yang lebih tinggi sangatlah penting untuk meningkatkan perekonomian para nelayan. Olehkarena itu pemerintah harus cepat menangani permasalahan yang terjadi yang dialami oleh para nelayan pesisir yang berada di Desa Karangantu. Sehingga para nelayan bisa meningkatkan perekonomian yang lebih baik, juga untuk mengurangi kemiskinan yang terjadi didaerah pesisir. 5.2. SARAN Pemerintah harus cepat-cepat mengatasi permasalahan ini agar masyarakat nelayan Karangantu mendapatkan dana bantuan yang selayaknya sehingga masyarakat nelayan pesisir Karangantu bisa melakukan aktifitasnya dengan baik disamping itu pemerintah membantu perekonomian nelayan Karangantu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar