BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Nelayan
mempunyai peran yang sangat substantial memodernisasi kehidupan manusia. Mereka
termasuk agent of development yang paling reaktif terhadap perubahan
lingkungan. Sifatnya yang lebih terbuka dibanding kelompok masyarakat yang
hidup di pedalaman, menjadi stimulator untuk menerima perkembangan peradaban
yang lebih modern.
Dalam
konteks yang demikian timbul stereotif yang positif tentang identitas nelayan
khususnya dan masyarakat pesisir pada umumnya. Mereka dinilai lebih berpendidikan, wawasannya tentang kehidupan
jauh lebih luas, lebih tahan terhadap cobaan hidup dan toleran terhadap perbedaan. Ombak besar
dan terpan angin laut yang ganas memberikan pengaruh terhadap mentalitas
mereka. Di masa lalu, ketika teknoologi komunikasi belum mencapai kemajuan
seperti sekarang, perubahan-perubahan besar yang terjadi pada masyarakat
pedesaan (daratan) ditentukan oleh intensitas komunikasi yang berhasil
diwujudkan masyarakat pedesaan dengan para nelayan.
1.2
Tujuan
Adapun tujuan
dari pembuatan laporan praktikum ini adalah :
- Untuk mengetahui pengaruh masyarakat nelayan terhadap lingkungan
- Untuk mengetahui perekonomian nelayan dan pengaruhnya terhadap lingkungan
- Untuk mengetahui masalah yang dihadapi para nelayan terhadap
teknologi yang berkembang pada saat ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam perkembangan masyarakat nelayan belum menunjukan kemajuan
dibandingkan kelompok masyarakat lainnya. Keberadaan mereka sebagai agen perubahan
sosial ternyata tidak ditunjukan secar positif dengan kehuidupan ekoniminya.
Persoalan sosial paling dominan yang dihadapi diwilayah pesisir justru masalah
kemiskinan nelayan. Meski data akurat mengenai jumlah penduduk miskin diwilayah
ini belum tersedia, data dari hasil-hasil penelitian yang ada menunjukan adanya
incidence poverty di beberapa pesisir.
Hasil studi COREMAP tahun 1997/1998 di 10 propinsi di Indonesia
menunjukkan rata-rata pendapatan rumah tangga nelayan berkisar antara Rp 82.500 perbulan sampai Rp 225.000 per
bulan. Kalau dikonversi kepadatan per kapita, angka tersebut rata-rata setara
dengan Rp 20.625 sampai Rp 56.250 per kapita perbulan (Anon, 2002). Angka
tersebut masih dibawah upah minimum regional yang ditetapkan pemerintah pada
tahun yang sama. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat ada keterkaitan erat
antara kemiskinan dan pengelolaan wilayah pesisir.
Tekanan terhadap sumber daya pesisir sering diperberat oleh tingginya
angka kemiskinan diwailayah tersebut. Kemiskinan sering pula merjadi lingkaran
karena penduduk yang miskin sering menjadi sebab rusaknya lingkungan pesisir,
namun penduduk miskin pula yang akan menanggung dampak dari kerusakan
lingkungan. Dengan kondisi tersebut, tidak mengherankan jika praktik perikanan
yang merusak masih sering terjadi diwilayah pesisir.
2.1 Faktor penyabab
Masalah kemiskinan kembali mencuat sebagai persoalan serius yang harus
segera ditangani pemerintah ketika krisis ekonomi melanda perekonomian nasional
mulai akhir tahun 1990. krisis yang
hampir membangkrutkan bangsa dan negara indonesia telah mening katkan jumlah
penduduk miskin kembali ketahun 1990.
Meningkatnya jumlah tenaga kerja Indonesia ilegal yang mencari
pekerjaan dinegar jiran Malaysia adalah bukti konkret akan rendahnya harapan
bagi masyarakat pedesaan, terutama yang kurang berpendidikan untuk
menggantungkan kehidupannya denagn mengadu nasib sebagai masyarakat urban dan
suburban di Indonesia.
Secara garis besar ada dua cara memandang kemiskinan. Sebagian orang
berpendapat, kemiskinan adalah suatu proses, sebagian lagi memandang kemiskinan
sebagai suatu akibat atau fenomena dalam masyarakat. Sebagai suatu proses,
kemiskinan mencerminkan kegagalan suatu sistem masyarakat dalam mengalokasikan
sumberdaya dan dana secara adil kepada masyarakat (Pak Pahan dan Hermanto,
1990). Dari hasil kajian mereka di 14 Kecamatan daerah pantai yang tersebar di
beberapa provinsi diketahui, nelayan yang umumnya belum banyak tersentuh
teknologi modern, kualitas sumberdaya manusia rendah dan tingkat produktivitas
hasil tangkapnya juga sangat rendah.
Faktor utama bukan karena kekuatan modal untuk mengakses teknologi,
namun ternyata lebih banyak disebabkan oleh kurangnya aktivitas penyuluhan atau
teknologi dan rendahnya lembaga penyedia teknologi.
Yang menarik dari hasil penelitian mereka adalah ditemukannya korelasi
positif antara tingkat kemiskinan dengan perkembangan sistem ijon. Para nelayan
umumnya, kehudupan mereka sangat tergantung kepada para pemilik modal, yaitu
pemilik perahu atau alat tangkap serta juragan yang siap menyediakan keperluan
perahu untuk berlayar.
Indikator ini memang tidak selalu sama disetiap daerah karena sepertidi
pekalongan, banyak juragan kapal yang mengeluh dengan sikap anak buah kapal
(nelayan) yang cenderung terlalu banyak menuntut sehingga keuntungan juragan
kapal menjadi terbatas. Namun secara umum terbatasnya kemampuan dalam
mengembangkan kemampuan ekonominya karena nelayan seperti ini telah terjerat oleh utang yang dipinjam dari
para juragan. Mereka biasanya membayar utang tersebut dengan ikan hasil
tangkapannya yang harganya ditentukan menurut selera para juragan. Bisa
dibayangkan ap yang akan diterima para nelayan dengan sistem yang demikian,
sehingga sangatlah wajar jika kemiskinan menjadi bagian yang akrab dalam kehidupan
mereka.
2.2 Kelebihan
Adahal yang berbeda ketika kita berbicara tenteng ekonomi nelayan dan
ekonomi petani sebagai contoh di jawa
tengah dikalangan petani, pemasaran hasil second generation problem yang sulit
sekali di carikan pemecahannya. Sedangkan dikalangan jawa tengah, pemasaran
bukan lah persoalan serius yang membuat mereka jatuh miskin.
Dipropinsi jawa tengah terdapat tempat pelelangan ikan (TPI) yang
menjadi sarana transaksi hasil-hasil ikan laut. Dalam proses transaksi di TPI,
nelayan berhadapan dengan banyak pembeli sehingga nelayan yang menjual ikannya
di TPI umumnya akan mendapatkan harga yang paling menarik jika dibandingkan
dengan mereka yang menjual dilaut lepas atau diluar TPI.
TPI jawa tengah yang dikelola oleh koperasi unit Desa yang tergabung
dalam puskud mina baruna saat ini terbilang sebagai TPI paling solid dan
terbaik di indonesia. Sayangnya, tidak semua transaksi dilakukan secara kontan,
terkadang di beberapa TPI banyak nelayan yang harus menunggu pembayaran dua
sampai tiga hari karena tidak semua
pembeli membawa uang yang cukup. haal inilah yang mendorong para nelayan, yang
memerlukan uang kontan segera dan tidak sabar, menjual hasilnya diluar TPI.
Akibatnya harga ikan yang mereka jual jauh dibawah harga TPI dan seringkali
hanya untuk menutup biaya operasi menangkap ikan dilaut lepas.
Kondisi ini sering kali menimpa nelayan-nelayan kecil yang membutuhkan
dana segar sesegera mungkin untuk menutup kehidupan ekonomi mereka. Pemerinteh
tampaknya perlu mendorong sektor perbankan untuk membuka kantor kasnya disetiap
TPI yang mengatasi kesulitan para bakul untuk menutup tagihannya. Termasuk
fungsi perbankan disini adalah menyediakan dana yang idperlukan nelayan untuk
berlayar. Sayangnya dengan kondisi kehidupan nelayan yang paspasan, tampaknya
sangat sulit bagi perbankan untuk menjalankan fungsi tersebut tanpa adanya
agunan yang memadai dari para nelayan. Disini bila dimungkinkan pemerintah bisa
menyediakan dana khusus sebagai jaminan kepada perbankan untuk menyalurkan
dananya kepada nelayan. Walaupun perbankan tidak memenuhi peran tersebut,
pemerintah bisa menempatkan dananya sebagai penyertaan modal kepada KUD-KUD
pengelola TPI.
BAB III
PELAKSANAAN
3.1
Waktu
dan Tempat
Pelaksanaan Dalam mengambilan data pembuatan laporan praktikum
Psikologi sosial ini yang berjudul “pengaruh sulitnya ekonomi para nelayan berdampak pada
lingkungan dan kurangnya menggunakan teknologi“ dilakukan selama 3
hari dimulai pada tanggal 1 Mei 2006 sampai 3 Mei 2006 di Propinsi Banten
Kabupaten Serang Desa Karangantu.
3.2
Metodologi
Metode yang dilakukan dilapangan ialah berinteraksi dengan cara tanya
jawab kepada nelayan mengenai permasalahan yang dihadapi sesuai dengan judul
laporan praktikum yang dibuat.
Adapun nama-nama responden yang membantu dalam memberikan informasi
dalam pembuatan laporan praktikum ini diantaranya yaitu:
1 Nama : Bapak Harun
Umur :
65 th
Pekerjaan :
Nelayan
Jenis kelamin :
laki-laki
Alamat :
Kp Bugis
Jumlah keluarga : Empat
orang (4)
2 Nama : Ibu Solah
Umur :
32 th
Pekerjaan :
Pengecer ikan
Jenis kelamin :
Wanita
Alamat :
Kp Bugis
Jumlah keluarga : Enam (6)
3 Nama : Bapak yunus
Umur :
28 th
Pekerjaan :
Nelayan
Jenis kelamin :
Laki-laki
Jumlah keluarga : Tiga (3)
4 Nama : Andi amin
Umur :
44 th
Pekerjaan :
Nelayan
Jenis kelamin :
Laki-laki
Jumlah keluarga : Enam (6)
5 Nama : Naimah
Umur :
28 th
Pekerjaan :
Pedagang
Jenis kelamin :
Wanita
Asal :
Sulawesi selatan
Jumlah keluarga : Tiga (3)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Adapun hasil interaksi dari beberapa
responden mengenai permasalahan yang dihadapi para nelayan yaitu dimana
pengaruh sulit nya ekonomi para nelayan dan berdampak pada lingkungan
disebabkan karena tingkat pendidikan
orang-orang pesisir sangat rendah yaitu kebanyakan orang pesisir tingkat
pendidikannya sampai mencapai tingkat SMP dimana orang-orang pesisir mereka
memilih bekerja meneruskan orang tuanya sebagai nelayan dibandingkan dengan
meneruskan pendidikan kejenjang yang lebih atas. Akhirnya kemiskinan yang
terjadi secara turun-menurun, apalagi pengaruh naiknya BBM pengaruhnya sangat
besar bagi kehidupan nelayan, dimana mereka harus meningkatkan pendapatannya
agar menutupi kebutuhan hidup dan kebutuhan operasionalnya, juga kebanyakan
para nelayan tidak mau menggunakan alat-alat penangkapan modern dikarnakan
biaya yang mahal juga kurangnya aktivitas penyuluh pada para nelayan sehingga
nelayan tidak tahu akan kegunaan alat-alat modern. Tetapi bukan karena nelayan tidak
mau menggunakan teknologi modern namun nelayan Desa Karangantu merasa dirugikan
oleh KUD yang ada disana yaitu kasusnya adalah suatu hari ada pencairan dana
dari pemerintah untuk para nelayan, tetapi oleh para pekerja KUD dana itu
digunakan untuk kebutuhan mereka sehingga para nelayan tidak mau ber urusan
dengan para KUD setempat.
Juga dampak pada lingkungan akibat perekonomian nelayan rendah yaitu
mereka memilih usaha mencari terumbu karang dibandingkan dengan mencari ikan
dilaut, karena menjual terumbu karang sangat besar keuntungannya dibanding
mencari ikan dilaut oleh karena itu banyak terumbu karang yang hancur akibat
pengeboman yang merajalela dan akhirnya terumbu karang banyak yang rusak akibat
pengeboman.
Oleh karena itu perekonomian
nelayan yang rendah sering pula menjadi lingkaran rusaknya lingkungan. Dengan
kondisi tersebut, tidak mengherankan jika praktik perikanan yang merusak masih
sering terjadi diwilayah pesisir.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Bahwa pengaruh sulitnya ekonomi para nelayan berdampak pada
lingkungan dan kurangnya penggunaan teknologi akan mengakibatkan banyaknya
kemiskinan diwilayah pesisir di Desa Karangantu akan berkepanjangan, juga
hancurnya lingkungan akibat minimnya ekonomi yang didapat dari melaut. Juga
kurangnya menggunakan teknologi modern para nelayan tidak akan bisa
meningkatkan penghasilan dalam melaut. Untuk itu pendidikan yang lebih tinggi
sangatlah penting untuk meningkatkan perekonomian para nelayan. Olehkarena itu
pemerintah harus cepat menangani permasalahan yang terjadi yang dialami oleh
para nelayan pesisir yang berada di Desa Karangantu. Sehingga para nelayan bisa
meningkatkan perekonomian yang lebih baik, juga untuk mengurangi kemiskinan
yang terjadi didaerah pesisir.
SARAN
Pemerintah harus cepat-cepat mengatasi permasalahan ini agar masyarakat
nelayan Karangantu mendapatkan dana bantuan yang selayaknya sehingga masyarakat
nelayan pesisir Karangantu bisa
melakukan aktifitasnya dengan baik disamping itu pemerintah membantu
perekonomian nelayan Karangantu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar